Fakta Tentang Kasus PHK

  • Berdasarkan laporan yang diterima Kementerian Ketenagakerjaan RI, hingga bulan April 2020, sebanyak 1,94 Juta pekerja telah dirumahkan/ diPHK sebagai imbas dari Pandemi Covid-19. Angka tersebut lebih lanjut berasal dari 114.340 perusahaan di berbagai wilayah di Indonesia;
  • Berbeda dengan data dari Kementerian Tenaga Kerja, Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) dan Kamar Dagang dan Industri Indonesia (KADIN) hingga bulan April 2020, justru mencatat bahwa jumlah pekerja yang telah di PHK mencapai sekitar 7 Juta pekerja. Data mana juga equivalen dengan data BPJS Ketenagakerjaan yang menyatakan bahwa sekitar 7 juta pesertanya telah kesulitan membayar premi setiap bulannya;
  • Diundangkannya UU No. 11/2020 tentang Cipta Kerja (selanjutnya disebut “UU No. 11/2020”) telah memberikan beberapa perubahan fundamental terhadap pengaturan hak-hak pekerja/ buruh ketika dilakukan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK);
  • UU No. 11/2020 telah mengkodifikasi seluruh alasan-alasan PHK kedalam satu pasal yaitu Pasal 154A. Alasan-alasan PHK yang dimaksud dalam UU tersebut adalah sebagai berikut:

a. Perusahaan melakukan penggabungan, peleburan, pengambilalihan atau pemisahan perusahaan dan pekerja tidak bersedia melanjutkan hubungan kerja atau pengusaha tidak bersedia menerima buruh (Pasal 154A ayat (1) huruf a);

b. Perusahaan melakukan efesiensi diikuti dengan penutupan perusahaan atau tidak diikuti penutupan perusahaan yang disebabkan perusahaan mengalami kerugian (Pasal 154A ayat (1) huruf b);

c. Perusahaan tutup yang disebabkan karena perusahaan mengalami kerugian secara terus menerus selama 2 (dua) tahun (Pasal 154A ayat (1) huruf c);

d. Perusahaan tutup yang disebabkan keadaan memaksa (force majeur) (Pasal 154A ayat (1) huruf d);

e. Perusahaan dalam keadaan penundaan kewajiban pembayaran utang (Pasal 154A ayat (1) huruf e);

f. Perusahaan pailit (Pasal 154A ayat (1) huruf f);

g. Adanya permohonan pemutusan hubungan kerja yang diajukan oleh pekerja/buruh dengan alasan (Pasal 154A ayat (1) huruf g);

    1. Menganiaya, menghina secara kasar atau mengancam pekerja/ buruh;
    2. Membujuk dan/atau menyuruh pekerja/buruh untuk melakukan perbuatan yang bertentangan dengan peraturan Perundang-Undangan;
    3. Tidak membayar upah tepat pada waktu yang telah ditentukan selama 3 (tiga) bulan berturut-turut atau lebih, meskipun pengusaha membayar upah secara tepat waktu sesudah itu;
    4. Tidak melakukan kewajiban yang telah dijanjikan kepada pekerja/ buruh;
    5. Memerintahkan pekerja/buruh untuk melaksanakan pekerjaan di luar yang diperjanjikan; atau

h. Memberikan pekerjaan yang membahayakan jiwa, keselamatan, kesehatan, dan kesusilaan pekerja/buruh sedangkan pekerjaan tersebut tidak dicantumkan pada perjanjian kerja;h. Adanya putusan lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial yang menyatakan pengusaha tidak melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud pada huruf g terhadap permohonan yang diajukan oleh pekerja/buruh dan pengusaha memutuskan untuk melakukan pemutusan hubungan kerja (Pasal 154A ayat (1) huruf h);

i. Pekerja/buruh mengundurkan diri atas kemauan sendiri (Pasal 154A ayat (1) huruf i);

j. Pekerja/buruh mangkir selama 5 (lima) hari kerja atau lebih berturut-turut tanpa keterangan secara tertulis yang dilengkapi dengan bukti yang sah dan telah dipanggil oleh pengusaha 2 (dua) kali secara patut dan tertulis (Pasal 154A ayat (1) huruf j);

k. Pekerja/buruh melakukan pelanggaran ketentuan yang diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama dan sebelumnya telah diberikan surat peringatan pertama, kedua, dan ketiga secara berturut-turut masing-masing berlaku untuk paling lama 6 (enam) bulan kecuali ditetapkan lain dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama (Pasal 154A ayat (1) huruf k)

l. Pekerja/buruh tidak dapat melakukan pekerjaan selama 6 (enam) bulan akibat ditahan pihak yang berwajib karena diduga melakukan tindak pidana (Pasal 154A ayat (1) huruf l)

m. Pekerja/buruh mengalami sakit berkepanjangan atau cacat akibat kecelakaan kerja dan tidak dapat melakukan pekerjaannya setelah melampaui batas 12 (dua belas) bulan (Pasal 154A ayat (1) huruf m)

n. pekerja/buruh memasuki usia pensiun; atau (Pasal 154A ayat (1) huruf n)

o. pekerja/buruh meninggal dunia (Pasal 154A ayat (1) huruf o).

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

× Konsultasi !