Apa Hak Karyawan yang di PHK karena Alasan Efisiensi untuk Mencegah Kerugian Lebih Besar lagi pada Perusahaan?

Kondisi perekonomian yang fluktuatif saat ini, menuntut Perusahaan/ Pengusaha untuk selalu adaptif dan inovatif dalam menyikapi berbagai keadaan. Bahwa meskipun respon yang diberikan Perusahaan bersifat adaptif dan inovatif, tetap saja ada beberapa Perusahaan yang masih dihadapkan dengan berbagai tantangan, sehingga mengakibatkan Perusahaan melakukan berbagai upaya salah satunya efisiensi untuk mencegah kerugian pada Perusahaan lebih besar lagi.

Dalam terminologi UU Ketenagakerjaan di Indonesia, tidak ada penafsiran otentik untuk memahami efisiensi. Namun dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) efisiensi diartikan sebagai berikut:

  1. Ketepatan cara (usaha, kerja) dalam menjalankan sesuatu (dengan tidak membuang waktu, tenaga, biaya); kedayagunaan; ketepatgunaan; kesangkilan; 
  2. Kemampuan menjalankan tugas dengan baik dan tepat (dengan tidak membuang waktu, tenaga, biaya);

Berbeda dengan KBBI, dalam dunia korporasi dan bisnis, efisiensi diartikan sebagai kemampuan perusahaan dalam memaksimalkan sumber daya. Efisiensi juga diartikan sebagai salah satu cara yang perlu digunakan oleh setiap perusahaan dalam mengoptimalkan kinerja bisnis.

Bahwa dari berbagai pemahaman diatas maka efisiensi sebenarnya dapat dipahami sebagai tindakan Perusahaan untuk memaksimalkan kemampuan sumber daya yang dimiliki dengan baik dan tepat, sehingga bisnis yang dijalankan Perusahaan dapat lebih optimal.

Lantas bagaimana jika Perusahaan melakukan efisiensi dengan cara mengurangi sumber daya manusia/ karyawan atau memperamping struktur organisasi yang dimiliki?.

Menurut Penulis efisiensi dapat dilakukan oleh Perusahaan dengan berbagai cara salah satunya mengurangi karyawan yang dimiliki atau memperamping struktur organisasi, sehingga pengurangan karyawan dalam efisiensi adalah suatu keniscayaan. ILO sendiri dalam Konvensi No. 158 Tahun 1982 dan Rekomendasinya juga tidak melarang Perusahaan melakukan langkah efisiensi, bahkan memberikan ruang bagi pengusaha untuk melakukan PHK atas alas an ekonomi, teknologi, struktur atau alasan serupa, asalkan pengusaha bersangkutan memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:

  1. Memberikan informasi yang relevan terkait rencana PHK pada pekerja dan pemerintah, mengenai alasan PHK, jumlah dan kategori pekerja yang terdampak, serta kapan PHK akan dilakukan, dan
  2. Memberikan kesempatan pada perwakilan pekerja atau serikat pekerja untuk berkonsultasi mengenai Langkah-langkah yang akan diambil untuk mencegah atau meminimalisir PHK, serta mengurangi dampak buruk PHK pada pekerja terkait.

Terkait dengan Pemutusan Hubungan Kerja karena alasan efisiensi untuk mencegah timbulnya kerugian lebih besar lagi bagi Perusahaan, ketentuan Pasal 154A ayat (1) huruf b UU No. 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Perppu No. 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja menjadi Undang-Undang (“UU No. 6/2023”) Jo Pasal 43 ayat (2) PP No. 35 Tahun 2021 tentang Perjanjian Kerja Waktu Tertentu, Alih Daya, Waktu Kerja dan Waktu Istirahat dan Pemutusan Hubungan Kerja (“PP No. 35/2021”) sebenarnya telah mengatur secara tegas yaitu sebagai berikut:

Pasal 154A ayat (1) huruf b UU No. 6/2023:

“Pemutusan Hubungan Kerja dapat terjadi karena alasan:

  1. Perusahaan melakukan efisiensi diikuti dengan Penutupan Perusahaan atau tidak diikuti dengan Penutupan Perusahaan yang disebabkan Perusahaan mengalami kerugian”;

Pasal 43 ayat (2) PP No. 35/2021:

“Pengusaha dapat melakukan Pemutusan Hubungan Kerja terhadap Pekerja/Buruh karena alasan Perusahaan melakukan efisiensi untuk mencegah terjadinya kerugian maka Pekerja/Buruh berhak atas:

  1. Uang pesangon sebesar 1 (satu) kali ketentuan Pasal 40 ayat (2);
  2. Uang penghargaan masa kerja sebesar 1 (satu) kali ketentuan Pasal 40 ayat (3); dan
  3. Uang penggantian hak sesuai ketentuan Pasal 40 ayat (4)”

Bahwa berdasarkan ketentuan tersebut, maka jelas dan tegas kiranya jika PHK karena alasan efisiensi diperkenankan berdasarkan ketentuan Pasal 154A ayat (1) huruf b UU No. 6/2023 Jo. Pasal 43 ayat (2) PP No. 35/2021 dan karyawan yang di PHK karena alasan efisiensi tetap mendapatkan hak sebagaimana yang ditentukan yaitu mendapatkan uang pesangon 1 kali ketentuan pasal 40 ayat (2), uang penghargaan masa kerja 1 kali ketentuan pasal 40 ayat (3), dan uang penggantian hak sesuai ketentuan pasal 40 ayat (4).

Terkait dengan PHK karena alasan efisiensi, maka yang menimbulkan pertanyaan selanjutnya adalah apakah pertimbangan hukum Putusan Mahkamah Konstitusi No. 37/PUU-IX/2011 yang telah menguji konstitusionalitas Pasal 164 ayat (3) UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, dimana pada pokoknya mempertimbangkan bahwa sebelum Perusahaan melakukan PHK terhadap karyawan karena alasan efisiensi, maka Perusahaan harus melakukan terlebih dahulu yaitu:

  1. Mengurangi upah dan fasilitas pekerja tingkat atas, misalnya tingkat manajer dan direktur;
  2. Mengurangi shift;
  3. Membatasi/menghapuskan kerja lembur;
  4. Mengurangi jam kerja;
  5. Mengurangi hari kerja;
  6. Meliburkan atau merumahkan pekerja secara bergilir untuk sementara waktu;
  7. Tidak atau memperpanjang kontrak bagi pekerja yang sudah habis masa kontraknya, serta
  8. Memberikan pensiun bagi yang sudah memenuhi syarat;

Dianggap masih kontekstual dan dapat menjadi sumber hukum atau tidak?,

Maka dapat dijawab kiranya secara tegas sebagai berikut, bahwa menurut hemat Penulis, pertimbangan hukum dalam Putusan Mahkamah Konstitusi No. 37/PUU-IX/2011, tidaklah dapat menjadi sumber hukum, sebab:

  1. Ketentuan Pasal 164 ayat (3) UU No. 13/2003 yang diuji konstitusionalitasnya dalam Putusan Mahkamah Konstitusi No. 37/PUU-IX/2011, saat ini telah dihapus oleh UU No. 6/2023 dan diganti dengan ketentuan Pasal 154A ayat (1) huruf b, sehingga praktis pertimbangan hukum Putusan MK tersebut tidak lagi bersifat kontekstual dan dapat menjadi sumber hukum;
  2. Norma ketentuan didalam Pasal 164 ayat (3) UU No. 13/2003 berbeda secara diametral dengan norma Pasal 154A UU No. 6/2023?, sehingga praktis pertimbangan hukum Putusan MK tersebut tidak lagi bersifat kontekstual dan dapat menjadi sumber hukum.

          Pasal 164 ayat (3) UU No. 13/2003:

          “Pengusaha dapat melakukan pemutusan hubungan kerja terhadap pekerja/buruh karena perusahaan tutup bukan karena mengalami kerugian 2 (dua) tahun berturut-turut atau bukan karena keadaan memaksa (force majeur) tetapi perusahaan melakukan efisiensi, dengan ketentuan pekerja/buruh berhak atas uang pesangon sebesar 2 (dua) kali ketentuan Pasal 156 ayat (2), uang penghargaan masa kerja sebesar 1 (satu) kali ketentuan Pasal 156 ayat (3) dan uang penggantian hak sesuai ketentuan Pasal 156 ayat (4)”

          Pasal 154A UU No. 6/2023:

“Pemutusan Hubungan Kerja dapat terjadi karena alasan:

  1. Perusahaan melakukan efisiensi diikuti dengan Penutupan Perusahaan atau tidak diikuti dengan Penutupan Perusahaan yang disebabkan Perusahaan mengalami kerugian”;

Bahwa berdasarkan atas hal tersebut diatas, maka yang dapat digunakan untuk menjelaskan, menafsirkan dan memahami efisiensi dan syarat yang harus dipenuhi oleh Perusahaan sebelum melakukan PHK karena alasan efisiensi untuk mencegah terjadinya kerugian, hanyalah penjelasan Pasal 154A UU No. 6/2023 dan penjelasan Pasal 43 ayat (2) PP No. 35/2021 yang pada pokoknya mengatur sebagai berikut:

Penjelasan Pasal 154A UU No. 6/2023:

“Cukup jelas”

Penjelasan Pasal 43 ayat (2) PP No. 35/2021:

“Efisiensi untuk mencegah terjadinya kerugian ditandai dengan antara lain adanya potensi penurunan produktivitas Perusahaan atau penurunan laba yang berdampak pada operasional Perusahaan”.

 

4 thoughts on “Apa Hak Karyawan yang di PHK karena Alasan Efisiensi untuk Mencegah Kerugian Lebih Besar lagi pada Perusahaan?

  1. Sofroh sukyat says:

    Saya bekerja di PT pkss selama kurang lebih 20 th sebagai karyawan oursorcing ,tiap tahun TTD kontrak , saya ditempatkan di BRI ,sebagai pekerja dasar.
    Per 1 juli 2023 saya dan teman teman saya PHK dengan alasan efesiensi , masa pkwt saya dari 18 november 2022 s/d 18 Nov 2023 ,Hak yg sadapat hanya uang konpensasi setengah upah, sedangkan sisa Pkwt tidak dibayarkan .
    Apakah sisa Pkwt itu masih bisa di bayarkan kepada saya dan teman teman saya pak? Terima kasih atas pencerahan nya pak.

    • admin says:

      Wah itu pelanggaran pk, maksimal sbg karyawan kontrak itu hanya 5 tahun, keterikatan bapak sebenarnya dengan perusahaan outsourcing, jadi perusahaan outsourcingnya harus dituntut tuh pk, krn setelah 5 tahun hubungan kerja bapak demi hukum berubah menjadi pegawai tetap

  2. Sofroh sukyat says:

    Terima kasih atas pencerahan nya pak. Sangat membantu kami ,mudah mudahan sisa Pkwt saya bisa dibayarkan oleh perusahaan . Sukses dan sehat selalu Buat Bapak dan dan teman teman .

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

× Konsultasi !